·

Problematika Keluarga Kekinian

sumber internet
Masalah keluarga itu bukan soal papa mama yang bertengkar, anak dan mama yang adu mulut, mertua dan menantu yang diem-dieman, tetapi sudah berkembang antar anak dalam keluarga. Mereka punya hubungan darah yang sangat dekat, malah tipis. 
Untuk case yang ringan seperti adek yang marahan sama abang nya gegara telat jemput ke sekolah, atau si kakak yang nggak bantuin si adek dapat ngerjain tugas sekolah. Dalam case ringan, Kakak yang lemparin adek dengan botol lalu kening si adek luka, adeknya nangis dan kakak dimarahin mama. Untuk case berat, persoalan pembagian uang jajan yang dikasih orangtua, ada saja yang masih curang, ini sama untuk pembahasan waris. 
Keluarga yang ayah nya sudah tiada tanpa meninggalkan pembagian waris untuk anak-anaknya. Ketika anak masih kecil maka harta warisan jatuh ke Mama yang digunakan untuk keperluan anak-anak, tetapi setelah anak-anak tumbuh besar maka setiap anak berhak atas warisannya.
Saat anak tumbuh besar dengan segala keperluan mereka, jarang ditemukan anak yang terima saja dengan warisan yang telah ditetapkan, ada saja yang merasa kurang, merasa jatah nya belum pas, dan belum sesuai dengan haknya. Dibutuhkan orang dewasa sebagai penengah, memberikan pendapat untuk anak yang lebih tua, bagaimana sebaiknya dan seharusnya dilakukan dalam pembagian waris.
Dalam case ini, anak tertua tidak mungkin mengendalikan harta warisan karena sebab dan alasan tertentu, maka anak selanjutnya yang mengambil kendali. Si anak melihat dari sudut pandang yang masih “sendiri” atau disebut belum ada yang menanggung jawabkan. Dimana harta warisan digunakan untuk keperluan anggota keluarga, mulai dari uang kuliah, keperluan dapur, keperluan pakaian dan keperluan lainnya. Si anak melihat bahwa anggota keluarga ini yang harus diprioritaskan, di atur kehidupannya sekarang dan masa yang akan datang.
Sianak beranggapan bahwa setelah ia menikah nanti, masih ada anggota keluarga yang harus ditanggung olehnya. Dia sebagai wali yang akan mengurusi Mama, abg tertua dan adik yang belum menikah. Sianak mengabaikan hak anggota keluarga lain yang sudah berkeluarga, karena ia menggap bahwa sudah ada yang menanggung.
Dengan pemikiran, pendapat yang ada, terjadi perbedaan dalam menemukan solusi, maka dari itu ketahui aturan tentang hal pewarisan menurut hukum positif dan hukum islam.
dalam ketentuan umum KUHPerdata tentang pewarisan karena kematian menyatakan bahwa : (832) Menurut UU yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama. Dalam hal bilamana keluarga sedarah maupun si yang hidup terlama diantara suami istri tidak ada, maka segala harta peninggalan si yang meninggal menjadi milik negara, yang mana berwajib akan melunasi segala utangnnya, sekedar harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.jika timbul suatu perselisihan sekitar soal siapakah ahli warisnya dan siapah yang berhak memperoleh hak milik, maka menurut Hakimagar segala harta peninggalan ditaruh terlebih dahulu dalam penyimpanan.
Sedangkan bagian anak perempuan adalah

  • Seorang anak perempauan mendapat ½ bagian, apabila pewaris mempunyai anak laki – laki.
  • Dua anak perempauan atau lebih, mendapat 2/3 bagian, apabila pewaris tidak mempunyai anak laki-laki.
  • Seorang anak perempuan atau lebih, apabila bersama dengan anak laki-laki, maka pembagiannya dua berbanding satu (anak laki-laki mendapat dua bagian dan anak perempuan mendapat satu bagian), hal ini berdasarkan firman Allah dalam Surat An Nisa’ Ayat 11 yang artinya: “Jika anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan”.
Bagian anak laki-laki adalah:

  • Apabila hanya seorang anak laki-laki saja, maka dia mengambil semua warisan sebagai ashabah, jika tidak ada ahli waris dzawil furudz, namun jika ada ahli waris dzawil furudz maka ia hanya memperoleh ashabah (sisa) setelah dibagikan kepada ahli waris dzwil furudz tersebut (ashabah bin nafsih).
  • Apabila anak laki-laki dua orang atau lebih, dan tidak ada anak perempauan, serta ahli waris dzwil furudz yang lain, maka ia membagi rata harta warisan itu, namun jika ada anak perempuan, maka dibagi dua banding satu (ashabah bil ghair), berdasarkan surat Anisa’ ayat 11 dan 12 tersebut.
Perlu diketahui bahwa jika semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan adalah  hanya anak (baik laki-laki  maupun perempuan),  ayah, ibu, dan janda atau duda sedangkan ahli waris yang lain terhalang (mahjub) (Pasal 174  Ayat (2) KHI).

Dan nggak kalah penting, bahwa hal atau masalah waris ini jangan sampai ke Pengadilan, jangan sampai ke orang banyak, gue saranin cukup ke tingkat Ustad/zah saja yang memberi solusi, ini Cuma soal harta peninggalan men, sedangkan elu masih bisa kerja cari uang sendiri. Bagilah secara adil, walaupun adil menurut kita belum tentu adil menurut orang lain. Belajar untuk peka, lihat anggota keluarga yang lebih butuh. 

©Pekanbaru, 08 February 2016 @Cicajoli 

6 Comments

  1. Masalah klasik dalam keluarga, adalah rebutan remote tv. Terkadang rebutan remote tv bisa seperti rebutan harta warisan, tiada yang mengalah. Apalagi jika dipegang sama emak, seluruh rumah seketika menyerah kalah, seketika menjadi rela dan terpaksa menonton saluran tv yang sama sesuai pilihan emaknya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah itu salah satu contoh juga, tapi Alhamdulillah ttg remote TV nggak jadi masalah dalam keluarga saya. hehe

      Delete
  2. ia bener min, tapi klok mnurut mimin yg bener2 problmatika dalam keluarga kekinian yg lebih universal tu gimna sih min?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo menurut saya, komunikasi, sopan santun dan waktu min. Karena kesibukan masing-masing alasannya.

      Delete

Hayy.. Jejak anda yang akan mengubah pikiran saya ttg postingan ini, silahkan berkomentar dengan sopan.